Maros – Kasus sengketa tanah antara Budiman S sebagai penggugat dan Polres Maros sebagai turut tergugat I, serta ATR/BPN Maros sebagai tergugat II, kini tengah memasuki tahap kesimpulan di Pengadilan Negeri Maros.
Gugatan yang didaftarkan di PN Maros pada tanggal 8 Juli 2024 dengan Nomor Perkara 22/Pdt.G.2024/PN.Maros berawal dari laporan Budiman S ke Polres Maros pada tanggal 20 Juni 2022 terkait dugaan ketidakadilan dalam proses penyelesaian sengketa batas tanah.
Dalam fakta persidangan, penggugat mengungkapkan bahwa pengembalian batas tanah yang dilakukan pada 24 Oktober 2022 oleh BPN Maros, yang berdasarkan sertifikat tanah terbitan 2013, sangat merugikan dirinya.
Dalam fakta persidangan, penggugat mengungkapkan bahwa pengembalian batas tanah yang dilakukan pada 24 Oktober 2022 oleh BPN Maros, yang berdasarkan sertifikat tanah terbitan 2013, sangat merugikan dirinya.
Pasalnya, sertifikat yang dimiliki oleh tergugat I justru terbit pada 1989, yang seharusnya menjadi dasar pengembalian batas.
Budiman menganggap bahwa keputusan tersebut tidak adil dan merugikan haknya yang sudah ia perjuangkan sejak laporan pertama kali pada 2022.
Terkait dengan hal ini, pada persidangan 9 Januari 2025, saksi dari ATR/BPN Maros menyatakan bahwa pengembalian batas dilakukan menggunakan teknologi satelit.
Metode ini, menurut saksi, digunakan untuk menjamin akurasi pengukuran berdasarkan penunjukan batas oleh tergugat I, yang kemudian dicocokkan dengan data yang ada di Kantor BPN Maros.
“Pengukuran ini dilakukan dengan teknologi satelit, bukan manual,” ujar saksi di hadapan majelis hakim.
Namun, penggugat membantah pernyataan tersebut, dengan menyebut bahwa pengembalian batas pada 24 Oktober 2022 tidak hanya menggunakan alat digital, tetapi juga alat manual seperti meter gulung.
Kejanggalan semakin mencuat ketika dalam fakta persidangan terungkap bahwa pada 2 November 2022, Polres Maros mencatatkan pengembalian batas tanah yang konon dihadiri oleh penggugat.
Namun, Budiman dengan tegas membantah bahwa peristiwa tersebut terjadi. Ia menyatakan bahwa ia tidak pernah hadir dalam pengembalian batas pada tanggal tersebut, dan merasa ada kejanggalan yang mengarah pada ketidaktransparanan dalam penanganan kasusnya.
“Saya merasa hak saya diabaikan,” ujar Budiman dalam keterangannya di persidangan.
Penyidik unit Tahbang Polres Maros, Indrawan, yang juga bertindak sebagai kuasa hukum Kapolres Maros dalam perkara ini, memberikan kesaksian yang semakin menambah kebingungan.
Indrawan menyatakan bahwa sengketa tanah ini sudah selesai pada 2022 dan berkas-berkasnya sudah disimpan di gudang.
“Sudah lama selesai, berkasnya sudah di gudang,” ujar Indrawan saat dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp Pribadinya.
Pernyataan ini membuat penggugat semakin mempertanyakan proses hukum yang berjalan, mengingat berkas-berkas yang menjadi pokok perkara tersebut seharusnya masih tersedia untuk dipertimbangkan dalam persidangan.
Kasus ini mengundang perhatian masyarakat karena adanya dugaan ketidaktransparanan dalam proses penanganan sengketa tanah yang melibatkan aparat penegak hukum.
Penggugat mengharapkan agar pengadilan dapat menilai dengan objektif semua bukti dan keterangan yang disampaikan, dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Harapan besar ada pada putusan pengadilan yang tidak hanya memberikan keadilan bagi penggugat, tetapi juga menjadi langkah positif bagi penyelesaian sengketa tanah yang lebih transparan di masa mendatang.
Dalam proses ini, fakta persidangan menunjukkan bahwa dokumen penting berupa warkah sertifikat Buku Tanah yang terbit pada 1989 dan dimiliki oleh tergugat I tidak pernah dimunculkan di hadapan pengadilan, baik dalam penanganan sengketa di Polres Maros maupun dalam persidangan di PN Maros.
Kejanggalan-kejanggalan ini memperburuk dugaan adanya ketidaktransparanan dalam penanganan kasus ini.
Persidangan sengketa tanah ini kini telah memasuki tahap kesimpulan, dan masyarakat berharap agar hakim yang menangani perkara ini dapat mengambil keputusan yang akan memberikan keadilan, baik bagi penggugat maupun bagi sistem penyelesaian sengketa tanah secara umum.