Maros – Keputusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros untuk menyewa mobil dinas bagi Wakil Bupati Muetazim Mansyur dengan biaya Rp400 juta per tahun menuai sorotan.
Dalam lima tahun, total anggaran sewa bisa mencapai Rp2 milyar, lebih mahal dibandingkan pembelian langsung kendaraan baru.
Aktivis Celebes Law and Transparency, Fahmi Sofyan, mengecam kebijakan ini sebagai bentuk pemborosan anggaran daerah.
Ia menilai, dana sebesar itu seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak.
โJika dalam dua tahun biaya sewa sudah setara dengan harga mobil baru, lebih bijak jika pemerintah membeli langsung. Selain menjadi aset daerah, kendaraan tersebut nantinya bisa dilelang jika sudah tidak terpakai,โ ujar Fahmi kepada wartawan, Kamis (06/03/2025).
Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD.
โDengan biaya sewa Rp400 juta per tahun, pemerintah pada dasarnya mengeluarkan sekitar Rp1,1 juta per hari hanya untuk kendaraan dinas. Ini jelas tidak masuk akal,โ tegasnya.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Maros, Sam Sophyan, menjelaskan bahwa kebijakan rental kendaraan dinas ini dipilih sebagai solusi penghematan anggaran.
โTahun ini, kami menggunakan pola rental kendaraan. Tidak ada pengadaan mobil dinas baru untuk wakil bupati,โ katanya.
Menurutnya, sistem rental lebih menguntungkan karena biaya pemeliharaan kendaraan tidak menjadi tanggungan pemerintah daerah.
โJika membeli mobil baru, biaya pemeliharaan dan perawatan harus ditanggung sendiri. Sementara dengan sistem rental, biaya tersebut sudah termasuk dalam kontrak sewa,โ jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa sistem serupa telah diterapkan di beberapa instansi pemerintah, seperti Kementerian Dalam Negeri, yang lebih dulu menggunakan skema rental kendaraan dinas.
โSistem ini sudah banyak diterapkan kementerian, karena mereka tidak perlu menanggung biaya pemeliharaan kendaraan,โ katanya menambahkan.
Meski demikian, kritik terhadap kebijakan ini terus bermunculan, terutama dari berbagai elemen masyarakat yang menilai bahwa penggunaan anggaran daerah harus lebih efisien dan tepat sasaran.












